kaper

kaper
Karyaane

Jumat, 11 Juli 2014

Tafsir Ibnu Kasir



TAFSIR IBNU KASIR
JUZ 1
AL-FATIHAH - AL-BAQARAH
Judul Asli :
Oleh:
Al-Imam Abul Fida Isma'il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi
Penerjemah :
Bahrun Abu Bakar, L.C.
Dibantu Oleh :
H. Anwar Abu Bakar, L.C.
Penyunting Isi :
Drs. Ii Sufyana M. Bakri
Penyunting Bahasa :
Dra. Farika
Gambar Sampul :
Irfan
Khat Arab :
Drs. Zaimudin
Pewajah :
Noeng's
Hak Terjemahan pada Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Dilindungi Undang-Undang
All Rights Reserved
SBA.2000.438
Cetakan Pertama : 2000
Diterbitkan Oleh :
Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Anggota IKAPl No.025/IBA
Dicetak Oleh:
Percetakan Sinar Baru Algensindo Offset Bandung

KATA PENGANTAR

PENERBIT

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt., berkat Rahman dan Rahim-Nya kami dapat menyajikan terjemahan kitab
Tafsir ibnu Kasir ke hadapan umat Islam.Tafsir ini sejak kehadirannya —yaitu abad pertama Hijriahhingga sekarang amat populer di kalangan umat Islam. Keutamaan dan daya pikat tafsir ini di samping sarat dengan materi yang mendu-kung dan memperkuat keaktualan penafsirannya, juga dalam sistem pengambilan alasannya.Dalam menafsirkan suatu ayat, Ibnu Kasir tcrlcbih dahulu mcn-cari dan mengambil penjelasan dari ayat lain; apabila tidak didapat dari ayat itu, ia mengambil penjelasan dari hadis-hadis Nabi Saw. dan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Saw. dan para sahabat
yang ada hubungannya dengan maksud ayat yang bersangkut-an. Dengan demikian, berkat kedalaman ilmu dan keluasan wawasan berpikir, penyusun buku ini dapat mendekatkan umat Islam pada pe-mahaman yang dimaksud oleh ayat-ayat Al-Qur'an.Kitab tafsir ini kami terjemahkan secara lengkap sesuai kitab as-linya dengan memakai gaya bahasa Indonesia, agar lebih komunikatif dan mudah dipahami. Mudah-mudahan dengan hadirnya terjemahan kitab ini dapat membantu dan memudahkan umat Islam dalam mem-pelajari kitab sucinya.Mengingat pembahasan tafsir ini sangat luas, maka dalam terje-mahannya kami bagi menjadi tiga puluh jilid. Dengan pembagian ini dimaksudkan pula agar harganya dapat terjangkau oleh para pembaca.Mudah-mudahan Allah Swt. memberkati usaha kami, dan dijadi-kannya sebagai amal saleh bagi pengarang, penerjemah, penerbit, dan semua pihak yang terlibat dalammenyebarluaskan ilmu ini.
Wassalaam

Penerbit
majelis pengajian hadis Al-Asyrafiyyah dalam waktu yang tidak lama, kemudian diambil alih oleh orang lain.Ibnu Kasir dilahirkan pada tahun 700 Hijriah atau lebih sedikit, dan meninggal dunia pada bulan Sya'ban tahun 774 Hijriah. la dike-bumikan di kuburan As-Sufiyyah di dekat makam gurunya (Ibnu Tai-miyah).Disebutkan bahwa di penghujung usianya Ibnu Kasir menga-lami kebutaan; semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas ke-padanya.Ibnu Kasir adalah seorang ulama yang berilmu tinggi dan mempunyai wawasan ilmiah yang cukup Iuas. Para ulama semasanya men-jadi saksi bagi keluasan dan kedalaman ilmu yang dimilikinya sebagai seorang narasumber, terlebih lagi khususnya dalam tafsir, hadis, dan sejarah (tarikh). Ibnu Hajar memberikan komentar tentang Ibnu Kasir, bahwa dia menekuni hadis secara mutahala 'ah mengenai semua ma-tan dan para perawinya. Ia juga menghimpun tafsir, dan mencoba menulis suatu karya tulis yang besar dalam masalah hukum, tetapi belum selesai. Dia menulis kitab tentang tarikh yang diberinya judul Al-Bi-dayah wan Nihayah, menulis pula tentang Tabaqatusy Syafi'iyyah serta mensyarahikitab Al-Bukhari.Ibnu Hajar melanjutkan, bahwa Ibnu Kasir adalah seorang yang banyak hafalannya lagi suka berseloroh. Semua karya tulisnya di ma-sa hidupnya telah tersebar di berbagai negeri dan menjadi ilmu yang bermanfaat sesudah ia tiada. Metode yang ditempuhnya tidaklah se-perti layaknya metode yang dipakai oleh ulama hadis dalam meraih hadis-hadis peringkat atas dan penyeleksian antara yang berperingkat atas dan peringkat bawah serta hal-hal lainnya yang merupakan bagi-an disiplin ilmu hadis. Akan tetapi, ia menempuh metode yang dipa-kai oleh ulama fiqih ahli hadis. Sekalipun demikian, ia sempat mem-buat khtisar kitab Ibnu Salah yang di dalamnya ia menyimpulkan ba-nyak hal yang berfaedah.Az-Zahabi di dalam kitab Al-Mu'jamul Mukhtas memberikan komentarnya tentang Ibnu Kasir, bahwa dia adalah seorang yang
berpre-dikat sebagai imam, mufti, ahli hadis yang cemerlang, ahli fiqih yang jeli, ahli hadis yang mendalam, ahli tafsir, dan ahli nukil. Dia mem-punyai banyak karya tulis yang berfaedah.Penulis kitab
Syazaratuz Zahab mcngatakan, Ibnu Kasir adalah seorang ulama yang banyak hafalannya, jarang lupa, lagimempunyaipemahaman yang baik.Ibnu Habib telah mengatakan sehubungan dengan Ibnu Kasir, bahwa dia adalah pcmimpin ahli takwil; mcndcngar, menghimpun, dan mcnulis; menggetarkan telinga-telinga dcngan fatwanya yang jeli; mcngcmukakan hadis dan banyak membcrikan faedah. Karya tulis dan fatwanya mcnycbar ke scluruh ncgeri, terkenal sebagai ahli hafal-an dan tulisan; dan kepiawaian bcrada di tangannya dalam masalah tarikh, hadis, scrta tafsir di masanya.Salah seorang muridnya yang bcrnama Ibnu Hija mcngatakan bahwa dia adalah orang yang paling banyak mcnghafal matan-matan hadis yang pernah dijumpainya, orang yang paling mcngcnal tcntang hadis-hadis yang daif juga paling mengcnal para pcrawinya. Dia me-ngetahui hadis yang sahih dan hadis yang tidak sahih; scmua tcman dan gurunya mcngakui kcahlian Ibnu Kasir dalam hal tersebut. Ibnu Hija mengatakan bahwa scmakin banyak ia pergi kepadanya, scmakin banyak pula faedah yang ia pctik darinya.Sccara garis bcsar dapat dikatakan bahwa pcngctahuan Ibnu Kasir akan tampak jclas dan gamblang bagi orang yang membaca kitab tafsir dan kitab tarikhnya. Kcdua kitabnya itu mcrupakan karya tulis yang paling baik dan suatu karya tcrbaik yang disuguhkan buat scmua orang.Tafsir Ibnu Kasir mcrupakan kitab tafsir yang paling tcrkcnal yang bcrsubjekkan tafsir ma'sur. Dalam subjck ini kitab tafsimya me-rupakan kitab nomor dua sctelah tafsir Ibnu Jarir. Dalam karya tulis-nya kali ini Ibnu Kasir menitikbcratkan kcpada riwayat yang bcrsum-bcr dari ahli tafsir ulama Salaf. Untuk itu ia mcnafsirkan Kalamullah dcngan hadis-hadis dan asar-asar yang disandarkan kcpada para pemiliknya, discrtai pcnilaian yang dipcrlukan mcnyangkutprcdikat daif dan sahih pcrawinya. Pada mulanya kitab Ibnu Kasir ini ditcrbitkan bcrsama mcnjadi satu dengan kitab Ma'alimut Tafsir
karya tulis Al-Bagawi, kcmudian pada akhirnya ditcrbitkan secara tcrpisah mcnjadi empat jilid yang tcbal-tcbal.Metode yangditcmpuh olch lbnu Kasir dalam kitab tafsirnya mcmpunyai ciri khas tcrscndiri. Pada mulanya dia mcngctcngahkanayat, lalu mcnafsirkannya dengan ungkapan yang mudah dan ringkas. Jika memungkinkan baginya memperjclas ayat tersebut dengan ayat lain, maka dia mengctengahkannya, lalu melakukan perbandingan di antara kedua ayat yang bersangkutan sehingga maknanya jelas dan pengcrtian yang dimaksud menjadi gamblang. Dalam penjabarannya dia sangat menekankan tafsir cara ini yang mereka sebut dengan isti-lah 'tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an'. Kitab tafsir Ibnu Kasir ini tcrmasuk tafsir yang paling banyak mengcmukakan ayat-ayat yang saling bcrkaitan dalam satu makna di antara kitab-kitab tafsir lainnya yang dikenal.Sctelah selcsai dari tafsir ayat dcngan ayat, maka mulailah ia mengemukakan hadis-hadis yang berpredikat marfu'
yang ada kaitan-nya dcngan makna ayat, lalu ia menjclaskan hadis yangdapat dijadi-kan scbagai hujah dan hadis yang tidak dapat dipakai hujah di antara hadis-hadis yang dikcmukakannya itu. Kemudian ia mengiringinya dengan mcngcmukakan bcrbagai pendapat tentang ayat tersebut dari para sahabat, para tabi'in, dan ulama Salaf yang sesudah mcreka.Di antara pcndapat-pcndapat tersebut dilakukan pentarjihan oleh-nya antara yang satu dcngan yang lainnya, dan mcn-daif-km sebagian riwayat serta mcn-shahih-kan sebagian yang lainnya; ia juga menilai adil sebagian para perawi dan mcn-dhaif-kan sebagian yang lainnya. Hal ini tiada lain berkat penguasaannya terhadap berbagai ilmu hadis dan keadaan para pcrawinya.Sering kita jumpai Ibnu Kasir menukil dari tafsir Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim, tafsir Ibnu Atiyyah, dan lain-lainnya dari ulama yang sebclumnya.Tcrmasuk di antara keistimcwaan tafsir Ibnu Kasir ialah dia mcmpcringatkan akan adanya kisah-kisah israiliyat yang mungkar di dalam kitab tafsir ma'sur. la pun mcmperingatkan pembacanya agar bcrsikap waspada tcrhadap kisah seperti itu sccara global, adakalanya pula mcnunjuknya dcngan jclas dan menerangkan sebagian dari hal-hal mungkar yang tcrkandung di dalamnya.Scbagai contoh dapat dikcmukakan di sini bahwa ia mcngatakan schubungan dcngan tafsir surat Al-Baqarah ayat 67 dan ayat-ayat yang scsudahnya, yaitu firman-Nya:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67), hingga akhir kisah ini.Kita jumpai Ibnu Kasir mengetcngahkan kepada kita suatu kisah yang cukup panjang lagi aneh, mcnerangkan tcntang pencarian mcreka ter-hadap sapi yang tcrtentu dan kcbcradaan sapi itu di tangan seorang le-laki Bani Israil yang sangat bcrbakti kepada orang tuanya, hingga akhir kisah. Lalu Ibnu Kasir meriwayatkan scmua pendapat yang me-nanggapi hal ini dari sebagian ulama Salaf. Setelah itu ia mengatakan, yang teksnya berbunyi sepcrti bcrikut, "Riwayat-riwayat ini bersum-ber dari Ubaidah, Abul Aliyah, As-Saddi, dan lain-lainnya mcngan-dung perbcdaan pcndapat. Tctapi makna lahiriahnya mcnunjukkan bahwa kisah-kisah tcrscbut diambil dari kitab-kitab kaum Bani Israil, dan tcrmasuk katcgori kisah yang bolch dinukil; tctapi tidak bolch di-benarkan, tidak bolch pula didustakan. Karcna itu, tidak dapat dijadi-kan pegangan tcrkecuali apa yang sclaras dcngan kcbcnaran yang ada pada kita. Hanya Allah-lah yang Maha Mcngetahui."Dalam tafsir pcrmulaan surat Qaf, dia mcnyinggung tcntang makna huruf ini. Untuk itu ia mcngatakan, tclah diriwayatkan dari se-bagian ulama Salaf yang tclah mengatakan bahwa Qaf adalah nama sebuah bukit yang mcngclilingi semua pcnjuru bumi ini, dikcnal dc-ngan nama Gunung Qaf. Seakan-akan hal ini —hanya Allah Yang Maha Mengetahui—tcrmasuk scbagian dari dongcngan kaum Bani Israil yang diambil dari mcrcka dalam kategori tcrmasuk hal yang ti-dak bolch dibcnarkan dan tidak bolch didustakan.Mcnuait saya, kisah-kisah scpcrti ini dan yang scmisal mcrupa-kan buat-buatan dari scbagian orang-orang Zindiq kaum Bani Israil yang tujuannya ialah mcnycsatkan mcreka dari agamanya. Scbagai-mana tclah tcrjadi pula hal yang scmisal di kalangan umat ini, pada-hal para ulama dan para huffaz scrta para imamnya cukup banyak, yaitu berupa hadis-hadis buatan yang disandarkan kcpada Nabi Saw. Hal ini muncul dalam tcnggang masa yang tidak lama, maka tcrlcbih lagi dcngan umat Bani Israil yang tclah tcrjadi tcnggang masa yang cukup lama dengan nabi-nabi dan rasul-rasul mcrcka serta minimnyaTafsir Ibnu Kasir61Ziad, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Ubay ibnu Ka'b r.a. yang menceritakan:Ada dua orang laki-laki beradu janggut (bertengkar) di hadapan Nabi Saw., lalu salah seorang darinya mencabik-cabik hidung karena marah sekali. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesung-guhnya aku benar-benar mengetahui sesuatu; seandainya dia mengucapkannya, niscaya akan lenyaplah rasa emosinya itu, ya-itu, 'Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang ter-kutuk,rHal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah, dari Yusuf ibnu Isa Al-Marwazi, dari Al-Fadl ibnu Musa, dari Yazid ibnu Abul Ja'diyyah. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad ibnu Hambal, da-ri Abu Sa'id, dari Zaidah dan Abu Daud, dari Yusuf ibnu Musa, dari Jarir ibnu Abdul Hamid; juga oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah-nya, dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari As-Sauri. Imam Nasai sendiri meriwayatkannya melalui hadis Zaidah ibnu Qudamah, ketiga-tiganya dari Abdul ibnu Umair, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila,dari Mu'ai ibnu Jabal r.a. yang men-ceritakan, "Ada dua orang lelaki bertengkar di hadapan Nabi Saw., la-lu salah seorang dari mereka tampak memuncak emosinya hingga ter-bayangolehkuseakan-akan salah seorang dari keduanya mencabik-cabik hidungnya karena tiupan amarah, lalu Rasulullah Saw. bersab-da:Tafsir Ibnu Kasir63Ada dua orang laki-laki bertengkar di hadapan Nabi Saw. Ketika itu kami sedang duduk bersamanya. Salah seorang dari kedua le-laki ilu mencaci lawannya seraya marah, sedangkan wajahnya tampak memerah
(karena emosi). Maka Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya akubenar-benar mengetahui suatu kalimat; sean-dainya dia maumengucapkannya, niscaya akan lenyaplah 'emosi yangmembakarnya itu. Yaitu ucapan, 'Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk'." Maka mereka (para sa-habat) berkata kepada lelaki yang emosi itu, "Tidakkah kamu mendengar apa yang dikatakan oleh Rasulullah SawP." Lelaki itu justru menjawab, "Sesungguhnya aku tidak gila."Imam Bukhari meriwayatkannya bersama Imam Muslim, Abu Daud, dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Al-A'masy denganlafaz yang sama.Sehubungan dengan masalah isti'azah ini, banyak lagi hadis yang cukup panjang bila dikemukakan dalam kitab ini. Bagi yang meng-inginkan keterangan lebih lanjut, dipersilakan merujuk kepada kitab-kitab "Zikir dan Keutamaan Beramal".Telah diriwayatkan bahwa Malaikat Jibril a.s. —pada waktu per-tama kali menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah Saw.—meme-rintahkannya agar membaca isti'azah (ta'awwuz). Demikian menurut riwayat Imam Abu Ja'far ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepa-da kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menccritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, telah men-ceritakan kepada kami Abu Rauq, dari Dahhak, dari Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pada waktu pertama kaliMalaikat Jibril turun kepada Nabi Muhammad Saw., ia berkata, "Hai Muham-mad, mohonlah pcrlindungan (kepada Allah)!" Nabi Saw. bersabda, "Aku memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk." Kemudian Malaikat Jibril bcrkata, "Ucapkanlah bismillahirrahmanir rahim." Selanjutnya Malaikat Jibril berkata lagi, "Bacalah, dcngan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan."Abdullah ibnu Abbas mengatakan, hal tersebut merupakan surat yang mula-mula diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. me-lalui lisan Malaikat Jibril.64Al-FatihahAsar ini berpredikat garib, sengaja kami ketengahkan untuk di-kenal, mengingat di dalam sanadnya terkandung kelemahan dan in-qita' (maqtu').Jumhur ulama mengatakan bahwa membaca ta'awwuzhukumnya sunat, bukan merupakan suatu keharusan yang mengakibatkan dosa bagi orang yang meninggalkannya. Ar-Razi meriwayatkan dari Ata ibnu Abu Rabah yang mengatakan wajib membaca ta'awwuz
dalam salat dan di luar salat, yaitu bila hendak membacaAlQur'an.Ibnu Sirin mengatakan, "Apabila seseorang membaca ta'awwuz sekali saja dalam seumur hidupnya, hal ini sudah cukupuntuk meng-gugurkan kewajiban membaca ta'awwuz"Ar-Razimengemukakan hujahnya kepada Ata dengan makna la-hiriah ayat yang menyatakan, "Fasta'iz maka mintalah perlindungan kepada Allah)." Kalimat ini adalah kalimat perintah yang lahiriahnya menithjukkan makna wajib, juga berdasarkan pengalaman yang dila-kukan oleh Nabi Saw. secara terus-menerus. Dengan membaca ta-'awwuz, maka kejahatan setan dapat ditolak. Suatu hal yang merupa-kan kescmpurnaan bagi hal yang wajib, hukumnya wajib pula. Karc-na membaca ta'awwuz
merupakan hal yang lebih hati-hati, sedangkan sikap hati-hati itu merupakan suatu hal yang dapat melahirkan hukum wajib.Sebagian ulama mengatakan bahwa membaca ta'awwuz pada awal mulanya diwajibkan kepada Nabi Saw., tetapi tidak kepada umatnya. Diriwayatkan dari Imam Malik bahwa dia tidak membaca ta'awwuz dalam salat fardunya; tetapi ta'awwuz dibaca bila mengerja-kan salat sunat Ramadan pada malam pertama.Imam Syafii di dalam kitab Al-Imla mengatakan bahwa bacaan ta'awwuz dinyaringkan; tetapi jika dipelankan, tidak mengapa. Di da-lam kitab Al-Umm disebutkan boleh memilih, karena Ibnu Umar membacanya dcngan pelan, sedangkan Abu Hurairah membacanya dengan suara nyaring. Tetapi bacaan ta'awwuz selain pada rakaat per-tama masih diperselisihkan di kalangan mazhab Syafii, apakah disu-natkan atau tidak, ada dua pendapat, tetapi yang kuat mengatakan ti-dak disunatkan.Apabila orang yang membaca ta'awwuz mengucapkan, "A'uzu billahi minasy syaitanir rajim (aku berlindung kepada Allah darigo-Tafsir Ibnu Kasir65daan setan yang terkutuk)," makakalimattersebut dinilai cukup me-nurut Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah.Sebagian dari kalangan ulama ada yang menambahkan lafaz As-Sami'ul 'alim (Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), se-dangkan yang lainnya bahkan menambahkan seperti berikut: "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui," menurut As-Sauri dan Al-Auza'i.Diriwayatkan oleh sebagian dari mereka bahwa dia mengucap-kan, "Aku memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk," agar sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh ayat dan berdasarkan kepada hadis Dahhak, dari Ibnu Abbas, yang telah
disebutkan tadi. Akan tetapi, lebih utama mengikuti hadis-hadis
sahih seperti yang telah disebutkan.Membaca ta'awwuz dalam salat hanya dilakukan untuk membaca Al-Qur'an, menurut pendapat Abu Hanifah dan Muhammad. Sedang-kan Abu Yusuf mengatakan bahwa ta'awwuz dibaca untuk mengha-dapi salat itu sendiri. Berdasarkan pcngertian ini, berarti makmum membaca ta'awwuz sekalipun imam tidak membacanya. Dalam salat Id (hari raya), ta'awwuz dibaca sesudah takbiratul ihram dan sebelum takbir salat hari raya. Sedangkan menurut jumhurulama sesudah tak-bir Id dan sebelum bacaan Al-Fatihah dimulai.Termasuk faedah membaca ta'awwuz ialah untuk membersihkan apa yang telah dilakukan oleh mulut, seperti perkataan yang tak ber-guna dan kata-kata yang jorok, untuk mewangikannyasebelum mem-baca Kalamullah.Bacaan ta'awwuz dimaksudkan untuk memohon pertolongan ke-pada Allah dan mengakui kekuasaan-Nya, sedangkan bagi hamba yang bersangkutan merupakan pcngakuan atas kelemahan dan keti-dakmampuannya dalam menghadapi musuh bebuyutan tetapi tidak kelihatan, tiada seorang pun yang dapat menyangkal dan menolaknya kecuali hanya Allah yang telah menciptakannya. Setan tidak boleh di-ajak bersikap baik dan tidak boleh berbaik hati kepadanya. Lain hal-nya dengan musuh dari jenis manusia (kita boleh bersikap seperti
itu), sebagaimana yang disebuucan oleh beberapa ayat Al-Qur'an dalam ti-ga tempat, dan Allah Swt. telah berfirman:66Al-FatihahSesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapatberkuasaatas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga. (Al-Isra: 65)Malaikat pernah turun untuk memerangi musuh yang berupa manusia. Barang siapa terbunuh oleh musuh yang kelihatan (yakni manusia), maka ia mati syahid. Barang siapa terbunuh oleh musuh yang tidak kelihatan, maka ia adalah orang yang mati dalam keadaanterlaknat. Barang siapa yang dikalahkan oleh musuh yang tampak, maka ia ada-lah orang yang diperbudak. Barang siapa yang dikalahkanoleh musuh yang tidak kelihatan, maka ia adalah orang yang terfitnah atau berdo-sa. Mengingat setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihatnya, maka manusia dianjurkan agar memohon
perlin-dungan kepada Tuhan yang melihat setan, sedangkan setan tidak da-pat melihat-Nya.Isti'anah artinya memohon perlindungan kepada Allah dan ber-naung di bawah lindungan-Nya dari kejahatan semua makhluk yang jahat. Pengertian meminta perlindungan ini adakalanya dimaksudkan untuk menolak kejahatan dan adakalanya untuk mencari kebaikan, se-perti pengertian yang terkandung di dalam perkataan Al-Mutanabbi (salah seorang penyair), yaitu:Wahai orang yang aku berlindung kepadanya untuk memperoleh apa yang aku cita-citakan, dan wahai orang yang aku berlindung kepadanya untuk menghindar dari semua yang aku takutkan. Se-mua orang tidak akan dapat mengembalikan keagungan (kebe-saran) yang telah engkau hancurkan, dan mereka tidak dapal menggoyahkan kebesaran yang telah engkau bangun.Makna a'uzu billahi minasy syaitanir rajim adalah "aku berlindung di bawah naungan Allah dari godaan setan yang terkutuk agar setan ti-Tafsir Ibnu Kasir67dak dapat menimpakan mudarat pada agamaku dan duniaku, atau agar setan tidak dapat menghalang-halangi diriku untuk mengerjakan apa yang.diperintahkan kepadaku, atau agar setan tidak dapat mendorong-ku untuk mengerjakan hal-hal yang dilarang aku mengerjakannya".Sesungguhnya tiada seorang pun yang dapat mencegah setan ter-hadap manusia kecuali hanya Allah. Karena itu, Allah Swt. memerin-tahkan agar kita bersikap diplomasi terhadap setan manusia dan ber-basa-basi terhadapnya dengan mengulurkan kebaikan kepadanya de-ngan tujuan agar ia kembali kepada wataknya yang asli dan tidak mengganggu lagi. Allah memerintahkan agar kita meminta perlin-dungan kepada-Nya dari setan yang tidak kelihatan, mengingat setan yang tidak kelihatan itu tidak dapat disuap serta tidak terpengaruh oleh sikap yang baik, bertabiat jahat sejak pembawaan, dan tiada yang dapat mencegahnya terhadap diri kita kecuali hanya Tuhan yang menciptakannya.Demikian pengertian yang terkandung di dalam ketiga ayat Al-Qur'aB. jTng sepengetahuaiiku tidak ada ayat keempat yangsemakna 4cwgmrji~ yika firman Allah S*t_ dalam surat Al-A'raf:Jaa:'.ah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yangmakruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf: 199)Hal ini berkaitan dengan sikap terhadap musuh yang terdiri atas ka-langan manusia. Kemudian Allah Swt. berfirman:Dan jikakamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindung-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 200)134Al-FatihahDan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura: 52)Adakalanya al-hidayah bei-muta'addi kepada lam, sebagaimana ucapan ahli surga yangdisitir oleh firman-Nya:Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. (Al-A'raf: 43)Makna yang dimaksud ialah "segala puji bagi Allah yang telah mem-beri kami taufik ke surga ini dan menjadikan kami sebagai penghuni-nya".Mengenai as-siratal mustaqim, menurut Imam Abu Ja'far ibnu Jarir semua kalangan ahli takwil telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan siratal mustaqim ialah "jalan yang jelas lagi tidak berbelok-belok (lurus)". Pengertian ini berlaku di kalangan semua dialek baha-sa Arab, antara lain seperti yang dikatakan oleh Jarir ibnu Atiyyah Al-Khatfi dalamsalah satu bait syairnya, yaitu:Amirul Mu-minin berada pada jalan yang lurus manakala jalan mulai bengkok (tidak lurus lagi).Menurutnya, syawahid (bukti-bukti) yang menunjukkan pengertian tersebut sangat banyak dan tak terhitung jumlahnya. Kemudian ia me-ngatakan, "Setelah itu orang-orang Arab menggunakan sirat ini de-ngan makna isti'arah (pinjaman), lalu digunakan untuk menunjukkan setiap ucapan, perbuatan, dan sifat baik yang lurus atau yang me-nyimpang. Maka jalan yanglurus disebut mustdqim, sedangkan jalan yang menyimpang disebut mu'awwij."Selanjutnya ungkapan para ahli tafsir dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf berbeda dalam menafsirkan lafaz sirat ini, sekali-pun pada garis besarnya mempunyai makna yang sama, yaitu meng-ikuti perintah Allahdan Rasul-Nya".Tafsir Ibnu Kasir135Telah diriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan sirat ialah Kitabullah alias Al-Qur'an. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah men-ceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan ke-padaku Yahya ibnu Yaman, dari Hamzah Az-Zayyat, dari Sa'id (yaitu Ibnul Mukhtar At-Ta'i), dari anak saudaraku Al-Haris Al-A'war, dari Al-Haris Al-A'war sendiri, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang menga-takan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:Siratal Mustaqim adalah Kitabullah.Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir melalui hadis Ham-zah ibnu Habib Az-Zayyat. Dalam pembahasan yang lalu —yaitu da-lam masalah keutamaan Al-Qur'an—telah disebutkan melalui riwa-yat Imam Ahmad dan Imam Turmuzi melalui riwayat Al-Haris Al-A'war, dari Ali r.a. secara marfu1, bahwa Al-Qur'an mempakan tali Allah yang kuat; dia adalah bacaan yang penuh hikmah, juga jalan yang lurus. Telah diriwayatkan pula secara mauqufdariAli r.a. Riwa-yat terakhir ini lebih mendekati kebenaran.As-Sauri —dari Mansur, dari Abu Wa'il, dari Abdullah—telah mengatakan bahwa siratal mustaqim adalah Kitabullah (Al-Qur'an).Menurut pendapat lain, siratal mustaqim adalah al-islam (agama Islam). Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril pernah berkata kepada Nabi Muhammad Saw., "Hai Muhammad, katakanlah, 'Tunjukilah kami jalan yang lurus'." Makna yang dimaksud ialah "berilah kami ilham jalan petunjuk, yaitu agama Allah yang tiada kebengkokan didalamnya".Maimun ibnu Mihran meriwayatkandari IbnuAbbasr.a.sehubungan dengan firman-Nya:Tunjukilah kamijalan yang lurus. (Al-Fatihah:6)Bahwa makna yang dimaksud dengan "jalan yang lurus" itu adalah "agama Islam".136Al-FatihahIsmail ibnu Abdur Rahman As-Sadiyyul Kabir meriwayatkan da-ri Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas dan Murrah Al-Ha-mazani, dari Ibnu Mas'ud, dari sejumlah sahabat Nabi Saw. sehu-bungan dengan firman-Nya, "Tunjukilah kami jalan yang lurus" (Al-Fatihah: 6). Mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah agama Islam. Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil meriwayatkan da-ri Jabir sehubungan dengan firman-Nya, "Tunjukilah kami jalan yang lurus" (Al-Fatihah: 6); diamengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah agama Islam yang pengertiannya lebih luas daripada semua yang ada di antara langit dan bumi.Ibnul Hanafiyyah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, "Tunjukilah kami jalan yang lurus" (Al-Fatihah: 6), bahwa yang di-maksud ialah "agama Islam yang merupakan satu-satunya agama yang diridai oleh Allah Swt. buat hamba-Nya".Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, yang dimak-sud dengan ihdinas siratal mustaqim (tunjukilah kami jalan yang lu-rus) ialah agama Islam.Dalam hadis berikut yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di da-lam kitab Musnad-nya disebutkan, telahmeriwayadcan kepada kami Al-Hasan ibnu Siwar Abul Ala, telah menceritakan kepada kami Lais (yakni Ibnu Sa'id), dari Mu'awiyah ibnu Saleh, bahwa Abdur Rah-man ibnu Jabir ibnu Nafir menceritakan hadis berikut dari ayahnya, dari An-Nawwas ibnu Sam'an, dariRasulullah Saw. yang telah bersabda:140Al-FatihahWahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Aliah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan ke-pada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136)Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk ber-iman. Hal seperti ini bukan termasuk ke dalam pengertian meraih apa yang telah teraih, melainkan makna yang dimaksud ialah "perintah untuk lebih meneguhkan iman dan terus-menerus melakukan semua amal perbuatan yang melestarikan keimanan". Allah Swt. telah me-merintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk meng-ucapkan doa berikut yang termaktub di dalam firman-Nya:Ya Tuhankami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada ka-mi, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; ka-rena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). (Ali Imran: 8)Abu Bakar As-Siddiq r.a. sering membaca ayat ini dalam rakaat ke-tiga setiap salat Magrib, yaitu sesudah dia membaca surat Al-Fatihah; ayat ini dibacanya dengan suara perlahan. Berdasarkan kesimpulan ini dapat dikatakan bahwa makna firman-Nya:Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Al-Fatihah: 6)ialah "tetapkanlah kami pada jalan yang lurus dan janganlah Engkau simpangkan kami ke jalan yang lain".Tafsir Ibnu Kasir141Al-Fatihah, ayat 7 (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nik-mat kepada mereka; bukan(jalan) mereka yang dimurkai danbukan pula (jalan) mereka yang sesat.Dalam hadis yang lalu disebutkan apabila seseorang hamba meng-ucapkan. "Tunjukilah kami ke jalan yang lurus ...." sampai akhir su-rat. maka Allah Swt. berfirman:Ini untuk Hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia mintaForman Allah swt yang mengatakan: Yaitujalanorang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepadamereka. (Al-Fatihah: 7)berkedudukan menafsirkan makna siratal mustaqim. Menurut kalang-an ahli nahwu menjadi badal, dan boleh dianggap sebagai 'ataf bayan.Orang-orang yang memperoleh anugerah nikmat dari Allah Swt. adalah mereka yang disebutkan di dalam surat An-Nisa melalui fir-man-Nya:142Al-FatihahDan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mere-ka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugera-hi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para siddiqin, para syu-hada, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang se-baik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (An-Nisa: 69-70)Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna firman Allah Swt., "(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nik-mat kepada mereka" (Al-Fatihah: 7) ialah orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka berupa ketaatan kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu; mereka adalah para malaikat-Mu, para na-bi-Mu, para siddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mere-ka itu bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nik-mat oleh Allah, hingga akhir ayat. (An-Nisa: 69)Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas sehubung-an dengan makna firman-Nya, "(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka" (Al-Fatihah: 7). Makna yang dimaksud adalah "para nabi". Ibnu Juraij meriwayatkan pula da-ri Ibnu Abbas r.a., bahwa yang dimaksud dengan "mereka" adalah orang-orang beriman; hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid. Sedangkan menurut Waki', mereka adalah orang-orang muslim. Ab-dur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, mereka adalah Nabi Saw. dan orang-orang yang mengikutinya. Tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas tadi mempunyai pengertian yang lebih mencakup dan lebih luas.Firman Allah Swt.:144Al-FatihahSeakan-akan engkau merupakan salah satu dari unta Bani Aqyasy yang mengeluarkan suara dari kedua kakinya di saat me-lakukan penyerangan.Makna yang dimaksud ialah "seakan-akan kamu mirip dengan salah seekor unta dari ternak unta milik Bani Aqyasy". Dalam kalimat ini mausuf dibuang karena cukup dimengerti dengan mcnyebutkan sifat-nya. Demikian pula dalam kalimat gairil magdubi 'alaihim, makna yang dimaksud ialah gairi siratil magdubi 'alaihim (bukanpula jalan orangorangyangdimurkai).Dalamkalimatinicukuphanyadenganmenyebutmudafilaihnyasaja,tanpamudaf'lagi;pengertianinitelahditunjukkanmelalui konteks kalimat sebelumnya, yaitu firman-Nya:Tunjukilah kamijalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka. (Al-Fatihah: 6-7)Kemudian Allah Swt. berfirman:bukan (jalan) mereka yang dimurkai. (Al-Fatihah: 7)Di antara mereka ada yang menduga bahwa huruf la dalam firman-Nya, "Walad dallina," adalah la zaidah (tambahan). Bentuk kalam selengkapnya menurut hipotesis mereka adalah seperti berikut: "Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan orang-orang yang sesat." Me-reka mengatakan demikian berdalilkan perkataan Al-Ajjaj (salah se-orang penyair), yaitu:Dalam sebuah telaga —bukan telaga yang kering—dia berjalan, sedangkan diatidakmerasakannya.146 Al-FatihahYang dikhususkan mendapat predikat sesat adalah orang-orang Nasrani, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:mereka telah sesat sebelum (kedatanganMuhammad) dan mere-ka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka terse-sat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah: 77)Hal yang sama disebutkan pula oleh banyak hadis dan asar. Penger-tian ini tampak jelas dan gamblang dalam riwayat yang diketengah-kan oleh Imam Ahmad. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'-bah yang mengatakan bahwa dia pemah mendengar Sammak ibnu Harb menceritakan hadis berikut, bahwa dia mendengar Abbad ibnu Hubaisy menceritakannya dari Addi ibnu Hatim. Addi ibnu Hatim mengatakan, "Pasukan berkuda Rasulullah Saw. tiba, lalu mereka me-ngambil bibiku dan sejumlah orang dari kaumku. Ketika pasukan membawa mereka ke hadapan Rasulullah Saw., mereka berbaris ber-saf di hadapannya, dan berkatalah bibiku, 'Wahai Rasulullah, pemim-pin kami telah jauh, dan aku tak beranak lagi, sedangkan aku adalah seorang wanita yang telah lanjut usia, tiada suatu pelayan pun yang dapat kusajikan. Maka bebaskanlah diriku, semoga Allah membalas-mu.' Rasulullah Saw. bertanya, 'Siapakah pemimpinmu?' Bibiku menjawab, 'Addi ibnu Hatim.' Rasulullah Saw. menjawab, 'Dia orang yang membangkang terhadap Allah dan Rasul-Nya,' lalu beliau membebaskan bibiku. Ketika Rasulullah Saw. kembali bersama se-orang lelaki di sampingnya, lalu lelaki itu berkata (kepada bibiku), 'Mintalah unta kendaraan kepadanya,' lalu aku meminta unta kenda-raan kepadanya dan ternyata aku diberi."Addi ibnu Hatim melanjutkan kisahnya, "Setelah itu bibiku da-tang kepadaku dan berkata, 'Sesungguhnya aku diperlakukan dengan suatu perlakuan yang tidak pernah dilakukan oleh ayahmu. Sesung-guhnya beliau kedatangan seseorang, lalu orang itu memperoleh dari-Tafsir Ibnu Kasir147nya apa yang dimintanya; dan datang lagi kepadanya orang lain, ma-ka orang itu pun memperoleh darinya apa yang dimintanya'."Addi ibnu Hatim melanjutkan kisahnya, "Maka aku datang kepa-da beliau Saw. Ternyata di sisi beliau terdapat seorang wanita dan ba-nyak anak, lalu disebutkan bahwa mereka adalah kaum kerabat Nabi Saw. Maka aku kini mengetahui bahwa Nabi Saw. bukanlah seorang raja seperti kaisar, bukan pula seperti Kisra. Kemudian beliau Saw. bersabda kepadaku, 'Hai Addi, apakah yang mendorongmuhingga kamu membangkang tidak mau mengucapkan, Tidak ada Tuhan se-lain Allah'? Apakah ada Tuhan selain Allah? Apakah yang mendo-rongmu membangkang tidak mau mengucapkan, 'Allahu Akbar'l Apakah ada sesuatu yang lebih besar daripada Allah Swt.'?"Addi ibnu Hatim melanjutkan kisahnya, "Maka aku masuk Islam, dan kulihat wajah beliau tampak berseri-seri, lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya orang-orang yang dimurkai itu adalah orang-orang Yahudi, dan sesungguhnya orang-orang yang sesat itu adalah orang-orang Nasrani'."Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi melalui Hadis Sammak ibnu Harb, dan ia menilainya hasan garib. Ia mengatakan, "Kami tidak mengetahui hadis ini kecuali dari Sammak ibnu Harb."Menurut kami, hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Hammadibnu Salamah melalui Sammak, dari Murri ibnu Qatri, dari Addi ib-nu Hatim yang menceritakan:Akupernah bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai firman-Nya. 'Bukan jalan orang-orang yang dimurkai," lalu beliau menjawab. 'Mereka adalah orang-orang Yahudi";dan tentang firman-Nya. ~Dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat" beliau menjawab, "Orang-orang Nasrani adalah orang-orang yang sesat.148 Al-FatihahHal yang sama diriwayatkan pula oleh Sufyan ibnu Uyaynah ibnu Is-mail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim dengan lafaz yang sama. Hadis Addi ini diriwayatkan melalui berbagai jalur sanad dan mempunyai banyak lafaz (teks), bila dibahas cukup pan-jang.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Badil Al-Uqaili; telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Syaqiq, bahwa ia pemah mendapat berita dari orang yang men-dengar Rasulullah Saw. bersabda ketika beliau berada di Wadil Qura seraya menaiki kudanya, lalu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Qain bertanya, "Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?" Lalu beliau Saw. bersabda:Mereka adalah orang-orang yang dimurkai, seraya menunjukkan isyaratnya kepada orang-orang Yahudi; dan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani.Al-Jariri, Urwah, dan Khalid meriwayatkannya pula melalui Abdullah ibnu Syaqiq, tetapi mereka me-mursal-kannya dan tidak menyebutkan orang yang mendengar dari Nabi Saw. Di dalam riwayat Urwah dise-but nama Abdullah ibnu Amr.Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Ibrahim ibnu Tah-man, dari Badil ibnu Maisarah,dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari AbuZarr.a.yangmenceritakan:Aku pernah berlanya kepada Rasulullah Saw. tentang makna al-magdubi 'alaihim. Beliau menjawab bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi. Aku bertanya lagi, "(Siapakah) orang-orang yang sesat?" Beliau menjawab, "Orang-orang Nasrani."Tafsir Ibnu Kasir149As-Saddi meriwayadcan dari Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah Al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud serta dari se-golongan orang dari kalangan sahabat Nabi Saw. Disebutkan bahwa orang-orang yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi, dan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani.Dahhak dan Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi, sedangkan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lainnya yang bukan hanya seorang.Ibnu Abu Hatim mengatakan, ia belum pernah mengetahui di ka-langan ulama tafsir ada perselisihan pendapat mengenai makna ayat ini. Bukti yang menjadi pegangan pada imam tersebut dalam masalah "orang-orang Yahudi adalah mereka yang dimurkai, dan orang-orang Nasrani adalah orang-orang yang sesat" ialah hadis yang telah lalu dan firman Allah Swt. yang mengisahkan tentang kaum Bani Israil dalam surat Al-Baqarah, yaitu:Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nyake-pada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu, mereka mendapat murka sesudah (mendapat) ke-murkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghina-kan. (Al-Baqarah: 90)Di dalam surat Al-Maidah Allah Swt. berfirman:160 Al-FatihahAku dianugerahi amin dalam salat dan ketika melakukan doa, tiada seorang pun sebelumku (yang diberi amin) selain Musa. Dahulu Musa berdoa, sedangkan Harun mengamininya. Maka pungkasilah doa kalian dengan bacaan amin, karena sesungguh-nya Allah pasti akan memperkenankan bagi kalian.Menurut kami, sebagian ulama berdalilkan ayat berikut, yaitu firman-Nya:Musa berkata, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhias-an dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Wahai Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Eng-kau. Wahai Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih." Allah berfirman, "Sesung-guhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah se-kali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengeta-huir (Yunus: 88-89)Allah menyebutkan bahwa yang berdoa hanyalah Musa a.s. sendiri, dan dari konteks kalimat terdapat pengertian yang menunjukkan bah-wa Harun yang mengamini doanya. Maka kedudukan Harun ini disa-makan dengan orang yang berdoa, karena berdasarkan firman-Nya:

(Halaman 20)
-------------------------- 
--------------------------

ada beberapa halaman yg belum terisi mohon maklum adanya.




para huffaz yang handal di kalangan mcreka. Selain itu juga disebab-kan kebiasaan mereka meminum khamr, para ulamanya menyelewengkan kandungan kitab mereka dari tempat-tempatnya dan mengubah kitab-kitab serta ayat-ayat Allah yang diturunkan kcpada mereka.Sesungguhnya pentasyri' (Nabi) memperbolehkan mengambil ri-wayat dari mercka (Ahli Kitab). Hal ini disitir dari sabda beliau Saw. yang mengatakan:Berceritalah dari kaum Bani Israil, tidak ada dosa (bagi kalian).Dengan kata lain, yang dipcrbolehkan hanyalah mcnyangkut kisah-ki-sah yang rasional. Adapun kisah-kisah yang tidak rasional dan diduga keras kedustaannya, bukan termasuk hal yang dipcrbolchkan oleh ha-dis di atas; hanya Allah-lah Yang Maha Mcngctahui.Ibnu Kasir scring pula menyinggung pcmbahasan fiqih dan me-ngetengahkan pendapat-pcndapat para ulamanya serta dalil-dalil yang dijadikan pegangan olch mereka. Hai ini dilakukannya manakala menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah hukum. Seba-gai contohnya ialah saat ia mcnafsirkan firman AllahSwt.:Barang siapa di antara kamu ada (di tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang dilinggalkannya itu, pada hari yang ta'n. (Al-Baqarah: 185), hingga akhir ayat.Sesungguhnya dia mcnyebutkan empat masalah(pembahasan) yang berkaitan dengan makna ayat ini. Disebutkannyalah pendapat-pcndapat ulama mengenainya dan dalil-dalil yang dijadikan pegangan olch
mereka. Hal yang semisal dapat kita jumpai pula dalam tafsir firman-Nya:Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kcdua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. (Al-Baqarah: 230), hingga akhir ayat.Dia menyinggung persyaratan dalam nikah suami penghapus talak itu, juga menyebutkan tentang pendapat-pendapat ulama mengenainya serta dalil-dalil yang dijadikan pegangan oleh mereka.Demikianlah Ibnu Kasir mengetengahkan perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih dan mcnyelami mazhab-mazhab scrta dalil-dalil yang dijadikan pegangan oleh mereka, manakala membahas tentang ayat yang berkaitan dengan masalah hukum. Tetapi sekalipun demiki-an, ia mengambil cara yang pertengahan, singkat, dan tidak berlarut-larut; sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan ulama fiqih ahli tafsir dalam tulisan-tulisan mereka.Pada garis besamya tafsir Ibnu Kasir ini merupakan kitab tafsir ma'sur yang terbaik, yang hal ini diakui oleh sebagian ulama. antara lain Imam Suyuti di dalam kitab Tazkiratul Huffaz-nya dan Az-Zarqa-ni di dalam kitab Syarah Al-Mawahib-nya. Keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya tafsir Ibnu Kasir ini mcrupakan suatu karya tu-lis yang belum pernah ada karya tulis yang semisal menandinginya.Keterangan ini kami nukil dari kitab At-Tafsir wal Mufassirun karya tulis Dr. Muhammad Husain Az-Zahabi yang secara singkat dan jelas mengulas apa yang terkandung di dalam kitab tafsir Ibnu Kasir berikut metode dan biografinya. Mudah-mudahan pctikan ini dapat dijadikan penunjuk jalan bagi pcmbaca kitab tafsir ini yang te-lah diterjcmahkan ke dalam bahasa Indonesia sccara apa adanya. Dan semoga terjemahan ini bermanfaat bagi para pcmbaca yang budiman, yang pada akhirnya hanya kepada Allah jualah dimohonkan pcrto-longan dan taufik serta hidayah.WassalaamPcnerjemahSyekh Imam Al-Hafiz,Imaduddin Abul Fida Ismail ibnul Khatib Abu Hafs Umar ibnu Kasir —semoga Allah melimpahkan rahmat dan rida-Nya kepada dia—mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang te-lah membuka kitab-Nya dengan firman-Nya: 'Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam, Maha Pemurah la-\gi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan.' (Al-Fatihah: 2-4)."Allah Swt. berfirman:Segala puji milik Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dia tidak mengadakan kebengkok-an di dalamnya, sebagai bimbingan yang lurus, untuk mempe-ringatkan akan siksaan yang pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang menger-PENDAHULUANamal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak." Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut me-reka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. (Al-Kahfi: 1-5)Allah memulai penciptaan-Nya dengan pujian. Untuk itu, Dia berfirman: Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang kafir mempersekutukan (sesuatii) dengan Tuhan mereka. (Al-An'am: 1)Allah mengakhiri penciptaan-Nya dengan pujian pula. Maka sesudah menceritakan tempat ahli surga dan tempat ahli neraka, Dia berfirman:Dan kamu akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling 'Arsy bertasbih seraya memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan, "Segala puji milik Allah, Tuhan semesta alam. (Az-Zumar: 75)Tafsir Ibnu Kasir3Dan Dia-lah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) me-lainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah ka-mu sekalian dikembalikan. (Al-Qasas: 70)Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Saba: 1)Hanya milik Allah-lah segala puji di dunia dan di akhirat, yakni da-lam semua yang telah diciptakan-Nya dan yang sedang diciptakan-Nya. Dia-lah Yang Maha Terpuji dalam semua itu, sebagaimana yang telah dikatakan oleh seseorang dalam salatnya, yaitu: Ya Allah, Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji sepenuh langit, sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki sesudah bumi dan langit.Oleh sebab itu, Dia mengilhamkan kepada penduduk surga untuk ber-tasbih dan bertahmid kepada-Nya, sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas. Dengan kata lain, mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Nya sebanyak bilangan napas mereka, karena mereka merasa-kan kebesaran nikmat Allah yang terlimpah kepada mereka, kesem-purnaan kekuasaan-Nya, kebesaran pengaruh-Nya, dan anugerah-anu-4Pendahuluangerah-Nya yang terus-menerus serta kebaikan-Nya yang kekal terlim-pah kepada mereka, sebagaimana disebutkan di dalam flrman-Nya:Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka ka-rena keimanannya; di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Doa mereka di dalamnya ialah, "Subhanakallahumma" (Mahasuci Engkau, ya Allah) dan salam penghormatan mereka ialah "Salam." Dan pe-nutup doa mereka ialah, "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alamr (Yunus: 9-10)Segala puji bagi Allah yang mengutus rasul-rasul-Nya dengan membawa berita gembira dan memberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutus-Nya rasul-rasul itu. Dia mengakhiri mereka (para rasul) dengan nabi yang ummi dari Arab, berasal dari Mekah, sebagai pemberi petunjuk ke jalan yang paling jelas. Allah telah mengutusnya kepada segenap makhluk-Nya dari kalangan umat manusia dan jin, mulai dari pengangkatannya seba-gai rasul hingga hari kiamat nanti, seperti yang disitir oleh firman-Nya:Tafsir 'bnu Kasir5Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yangberiman kepada Allah, dan kepada kalimal-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya); dan ikutilah dia supaya kalian mendapat petunjuk." (Al-A'raf: 158)Firman Allah Swt. dalam ayat lainnya:agar dengan dia (Al-Qur'an) aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepada-nya). (Al-An'am: 19)Barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur'an, baik dia sebagai orang Arab ataupun orang Ajam, orang yang berkulit hitam ataupun merah, manusia ataupun jin, maka Al-Qur'an itu merupakan peringatan baginya. Karena itu, di dalam firman-Nya disebutkan:Dan barang siapa di antara mereka dari kalangan golongan yang bersekutu kafir kepada Al-Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17)Barang siapa dari kalangan mereka yang telah kami sebut kafir (ingkar) kepada Al-Qur'an, maka neraka adalah tempat yang diancamkan baginya berdasarkan nas dari Allah Swt. Pengertiannya sama dengan firman lainnya, yaitu:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar